Langsung ke konten utama

Berkunjung ke Museum Multatuli dan Perpustakaan Saidjah Adinda di Rangkasbitung

Berkunjung ke Museum Multatuli dan Perpustakaan Saidjah Adinda di Rangkasbitung, Belajar Sejarah Sambil Bermain. 




Hai teman cerita, main-main ke Kota Rangkasbitung yuk, kita kenalan sama Multatuli di sana. Ada yang udah kenal sama tokoh Multatuli belum nih? Yapss, Multatuli adalah nama pena dari Eduard Douwes Dekker, beliau adalah penulis dari Belanda yang terkenal dengan karyanya Max Havelaar. Multatuli sendiri dalam bahasa latin memiliki makna "Aku telah banyak menderita" 

Beberapa karya Max Havelaar bisa teman cerita baca bukunya di Perpustakaan Nasional Indonesia ya. Bagi yang tidak bisa berkunjung ke Perpustakaan langsung, bisa pinjam di aplikasi iPusnas. 

Buku Max Havelaar hasil pinjam di iPusnas

Bapak Eduard Douwes Dekker atau Multatuli adalah mantan asisten residen Pemerintahan Belanda di Jawa. Beliau menulis novel dan mempersembahkan kisah dalam tulisannya kepada saudara-saudara sebangsanya. Buku yang memperkenalkan bangsa Belanda pada pemerasan dan tirani luar biasa yang diderita oleh penduduk asli Hindia-Belanda. Kekuasaan yang digunakan sewenang-wenang itu memang tidak adil dan sangat tidak bertanggung jawab.

Max Havelaar sendiri adalah nama yang dipilih oleh penulis untuk menjelaskan pengalamannya di Timur. Next kita coba review salah satu karyanya jika aku sudah tuntas membaca buku karya beliau ya. Belum juga selesai membaca novel karya Multatuli ini, aku sudah terlanjur penasaran dengan beliau. Beruntungnya selain di Belanda, Museum Multatuli ada juga di Indonesia lho teman. Museum Multatuli ini hanya ada 2 di dunia, yang satu ada di Amsterdam dan satu lagi di Indonesia, tepatnya Rangkasbitung. 

Multatuli sendiri memang sudah menjadi bagian dari sejarah Lebak. Museum ini bertema anti kolonialisme dan bangunannya saat ini berstatus cagar budaya. Dikarenakan jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Jakarta, teman cerita yang mau berkunjung ke sini dari Jabodetabek bisa banget menggunakan transportasi umum commuterline/KRL. Dari Stasiun Tanah Abang menuju Rangkasbitung kurang lebih 2 jam. Nah setelah tiba di Stasiun Rangkasbitung, bisa dilanjutkan menggunakan ojek atau bagi yang suka jalan kaki juga bisa banget kok, soalnya jaraknya tidak terlalu jauh dari stasiun. Teman cerita tinggal berjalan kaki menuju alun-alun Kota Rangkasbitung, Museum ini mudah ditemukan kok. Pakai google maps juga akurat hihihi, jadi nggak akan takut nyasar walaupun main ke sini sendirian. 

Oh iya ini alamatnya ada di Jalan Alun-alun Timur No 8, Rangkasbitung, Lebak Banten. Salah satu liburan alternatif murah yang nggak jauh dari Jabodetabek, bisa direncanakan ke sini sama teman dan keluarga 😉. 

Tiket masuknya juga gratis lho. Selain itu pegawai Museum Multatuli juga ramah-ramah, kalo kalian mau dipandu bisa ajakin mereka keliling, dengan senang hati mereka pasti akan membantu kok. Nggak usah khawatir kesepian, kalo lagi jalan-jalan sendiri, pegawai juga siap bantu kalo kalian bingung mau minta tolong  fotoin ke siapa  😄. Terdapat beberapa ruang di Museum ini dan saat baru pertama masuk ruangan kita akan disuguhkan karya seni berupa patung dan mozaik wajah Multatuli yang terbuat dari potongan akrilik, ada beberapa kutipan kata-kata dari Multatuli juga yang ditampilkan.







Ruang lainnya ada yang membahas tentang kolonialisme, tanam paksa, karya Max Havelaar, serta ada juga surat dari Multatuli tentang pengunduran dirinya. Kemudian ada juga ruang yang membahas tentang Lebak Banten, serta Rangkasbitung. 

Sepanjang jalan kenangan menuju Alun-alun Rangkasbitung






Hmmm bagi yang suka foto-foto di sini ada tempat menarik, salah satu spot keren yang berada di halaman Museum, kita bisa berfoto bersama patung Multatuli yang sedang membaca buku, lalu ditemani oleh patung lainnya yaitu Saidjah dan Adinda.



Nah nah, di samping Museum Multatuli ada Perpustakaan Daerah nih teman, taman baca masyarakat ini namanya Perpustakaan Saidjah Adinda. Yapss, nama Saidjah dan Adinda diambil dari nama salah satu novel Max Havelaar karya Multatuli. Teman cerita ada yang udah baca kisahnya? Aku belum 😊🤭, jadi nggak bisa bercerita banyak tentang  mereka. Kalo ada yang punya novelnya, mungkin boleh pinjam 😁

Kesan pertama kali datang ke Perpustakaan ini waktu itu kebetulan pas jam istirahat, jadi lumayan nunggu lama buat bisa masuk, soalnya pas jam istirahat mereka tutup. Kalo mau berkunjung ke perpusnya mending lebih pagi sih, biar bisa agak lama menikmati semua fasilitasnya. Perpustakaan ini cukup ramah buat anak-anak. Nah kebetulan pas jam istirahat itu memang banyak anak SD yang main-main di sini (kebetulan memang deket sekolahan juga lokasinya). Seneng banget liat mereka bisa menghabiskan waktu bermain dengan teman seusianya tanpa perangkat handphone ataupun sejenisnya. 

Perpustakaannya tidak luas, namun cukup nyaman untuk mengerjakan tugas atau sekedar membaca di sini. Menariknya lagi bentuk bangunannya itu unik dan ramah buat disabilitas juga 🤩 keren 😎  Buat orang Rangkasbitung mah kudu wajib sih berkunjung ke sini 🤭








Jadi sudah punya ide buat akhir pekan mau ke mana?

 
Btw buat yang di rumah aja dan lokasi teman-teman cukup jauh untuk ke Rangkasbitung, kalian bisa mengunjungi Museum Multatuli secara virtual juga lho. Kalian bisa menikmatinya di https://museummultatuli.id/. Salam teman cerita 😉☺

Semoga selalu sehat dan banyak rezeki biar bisa tetap belajar di manapun tempatnya. 😘

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Menginap di Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Night at Museum - Menginap di Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Apa yang kamu temukan di sana? 👻👹 Apa yang pertama kamu pikirkan ketika ada kegiatan menginap di Museum? Teringat filmnya  Night at the Museum, tentang  seorang penjaga malam di Museum Sejarah yang menemukan bahwa koleksi museumnya hidup kembali setiap malam. 😱😱 Kira-kira mungkin terjadi ga ya di kehidupan nyata? Eitss penasaran ga? Jadi gini...  Semua berawal dari keinginan menyambut hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 78 dengan cara yang beda. Teman cerita perlu meyakini bahwa k emerdekaan itu adalah sebuah proses. Selama hampir 78 tahun ini kita ngapain aja? Kepikiran, ngapain aja ya kira-kira?   Banyak cara seru yang dapat dilakukan untuk menyemarakkan hari Ke merdekaan Indonesia, seperti mengikuti perlombaan, menonton film pahlawan, atau berkunjung ke tempat-tempat bersejarah, salah satunya pergi ke Museum.  Salah satu Museum yang menarik dikunjungi untuk napak tilas di HUT RI adalah Museum Perumusan Naskah Prokl

Van Gogh: The Immersive Experience

Vincent van Gogh adalah salah satu seniman paling terkenal di dunia, dan karya-karyanya telah menginspirasi banyak orang.  Pameran ini adalah kesempatan untuk melihat lebih dekat pada karya-karyanya yang luar biasa dan mempelajari lebih lanjut tentang kehidupan dan karirnya yang juga lebih dari luar biasa. Saya tidak banyak tahu tentang kehidupan Van Gogh, namun dari beberapa lukisan yang dipamerkan ternyata ada penjelasan bahwa beliau memiliki penyakit mental yang cukup serius. Penyakit mental Van Gogh memiliki dampak yang besar pada karya seninya.  Lukisan-lukisannya sering kali menggambarkan suasana hati yang suram dan depresi, dan sering kali menampilkan tema-tema kematian dan keputusasaan. Namun, lukisan-lukisan Van Gogh juga menunjukkan kecerdasan dan kepekaannya yang luar biasa, dan tetap menjadi salah satu karya seni paling terkenal dan berpengaruh di dunia.  Pengalaman setelah melihat pameran van Gogh sangat menyenangkan. Saya bisa sangat menikmati karya-karyanya yang indah da

Mengenal Lebih Dekat Urang Kanekes, Baduy Dalam dan Hidup Berdampingan Dengan Alam

Apa yang teman cerita pikirkan tentang Baduy? Suku pedalaman yang tertinggal dan jauh dari kata modern? Siapa sih sebenarnya suku Baduy itu? Apa benar kehidupan orang Baduy penuh dengan Mistis? Nah, kali ini aku ingin berbagi cerita tentang pengalaman menarik ketika berkunjung ke Perkampungan Baduy. Perkampungan yang jauh dari keramaian kota. Menghabiskan akhir pekan di Baduy Dalam? Kenapa Nggak 😉 Oke, be quiet! Life is simple, but not easy.  Mari belajar kesederhanaan dan ketangguhan hidup orang Baduy. Don't slack off! Mari bergerak dan ikut berpetualang bersamaku 🚶‍♀️🚶‍♀️🚶‍♀️🚶‍♀️ Hal pertama yang menarik adalah mereka sendiri ternyata tidak pernah menyebut dirinya suku Baduy, melainkan urang Kanekes (orang Kanekes). Aku baru tau hal ini ketika Ayah Darma menjelaskan.  Ada dua golongan yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Apa perbedaannya?  Untuk perbedaan yang mudah diketahui adalah orang Baduy Luar sudah bisa menerima budaya dari luar, menggunakan handphone, mandi dengan sab